Kamis, 02 Januari 2020

Aspek Aspek Perkembangan Anak Usia Dini

Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis, progresif dan berkesinambungan dalam diri individu sejak lahir hingga akhir hayatnya atau dapat diartikan pula sebagai perubahan-perubahan yang dialami individu menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya. Aspek perkembangan pada anak terkait pada perkembangan fisik-motorik, kognitif, bahasa, nilai-nilai dan moral agama, seni dan sosial-emosional. Aspek-aspek perkembangan ini tidak berkembang sendiri-sendiri, tetapi terintegrasi menjadi satu kesatuan. Apabila satu aspek mengalami hambatan maka akan mempengaruhi aspek perkembangan lainnya. Berikut ini akan kita bahas bersama aspek-aspek perkembangan anak tersebut satu persatu.

A. Perkembangan Fisik
Daur Pertumbuhan Fisik
Petumbuhan fisik tidak dapat dikatakan mengikuti pola ketetapan yang tertentu. Pertumbuhan tersebut terjadi secara bertahap atau dengan kata lain seperti naik turunnya gelombang adakalanya cepat adakalanya lambat.

Daur Pertumbuhan Utama
Studi tentang pertumbuhan fisik telah menunjukkan bahwa pertumbuhan anak dapat di bagi menjadi 4 periode utama, dua periode ditandai dengan pertumbuhan yang cepat dan dua periode lainnya dicirikan oleh pertumbuhan yang lambat. Selama periode pralahir dan 6 bulan setelah lahir, pertumbuhan tubuhnya sangat cepat. Pada akhir tahun pertama kehidupan pascalahirnya, pertumbuhan memperlihatkan tempo yang sedikit lambat dan kemudian menjadi stabil sampai si anak memasuki tahap remaja, atau tahap kematangan kehidupa seksualnya.

Keanekaragaman Daur Pertumbuhan
Ukuran dan bangun tubuh yang diwariskan secara genetik, juga mempengaruhi laju pertumbuhan tersebut. Anak-anak yang mempunyai bangun tubuh kekar biasanya akan tumbuh dengan cepat dibandingkan dengan mereka yang bangun tubuhnya kecil atau sedang. Anak-anak dengan bangun tubuh besar ini, biasanya akan memasuki tahap remaja lebih cepat dari pada teman sebayanya yang mempunyai bangun tubuh lebih kecil.

Besar Kecilnya Ukuran Tubuh
Besar kecilnya tubuh seseorang dipengaruhi oleh faktor keturunan dan juga faktor lingkungan. Faktor keturunan menentukan cara kerja hormon yang mengatur pertumbuhan fisik yang dikeluarka oleh lobus anterior dari kelenjar pituitary, suatu kelenjar kecil yang terletak di dasar sebelah bawah otak.

Tinggi Tubuh
Anak-anak dengan usia sebaya dapat memparlihatkan tinggi tubuh yang sangat berbeda, tetapi pola pertumbuhan tinggi tubuh mereka tetap mengikuti aturan yang sama. Bila dihitung secara rata-rata, pola ini dapat menggambarkan pertumbuhan anak pada usia tertentu. hal ini dipenganruhi oleh faktor dari dalam (gen) dan faktor dari luar seperti asupan gizi yang memadai untuk pertumbuhan tinggi badan
Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang sistematis Aspek Aspek Perkembangan Anak Usia Dini
Berat Tubuh
Rata-rata berat bayi ketika dilahirkan adalah 3 sampai 4 kg, tetapi ada juga beberapa bayi yang beratnya 1½ sampai 2 kg.Pada waktu berusia 2 dan 3 tahun berat tubuh anak akan bertambah 1½ sampai 2 ½ kg setiap tahunnya. Setelah anak berusia 3 tahun, nampak berat tubuh tidak lagi bertambah dengan cepat, bahkan cenderung perlahan sampai saatnya nanti ia memasuki usia remaja. Pada usia 5 tahun, seorang anak yang normal akan memiliki berat tubuh yang berkisar antara 40 dan 45 kg.

Proporsi Tubuh
Proporsi tubuh atau perbandingan besar kecilnya anggota badan secara keseluruhan pada bayi jelas berbeda dari proporsi orang dewasa. Pertumbuhan tinggi dan berat badan menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi badan anak lebih cepat dari pada pertumbuhan berat badannya. Kecuali pada tahun pertama kehidupan sewaktu ia tumbuh dengan cepat.

Tulang
Perkembangan tulang yang terjadi pada setiap manusia biasanya mencakup pertumbuhan tulang, perubahan jumlah tulang, dan perubahan komposisi tulang. Perkembangan tulang ini sejalan dengan kecenderungan pertumbuhan umumnya yaitu pada tahun pertama pertumbuhan cepat sekali, kemudian lambat dan pada saat remaja menjadi cepat kembali.

Pertumbuhan tulang terjadi karena memang ada pemanjangan pada ujung tulang. Epiphisis, juga disebut tulang rawan memisahkan tulang atau yang disebut diaphsis dari tulang lainya.

B. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa di tingkat pemula ( bayi) dapat dianggap semacam persiapan berbicara.
Pada bulan-bulan pertama, bayi hanya pandai menangis. Dalam hal ini tangisan bayi dianggap sebagai pernyataan rasa tidak senang.

Kemudian ia menangis dengan cara yang berbeda-beda menurut maksud yang hendak dinyatakannya.
Selanjutnya ia mengeluarkan bunyi ( suara-suara ) yang banyak ragamnya tetapi bunyi-bunyi itu belum mempunyai arti , hanya untuk melatih pernapasan saja.

Menjelang usia pertengahan di tahun pertama, ia meniru suara-suara yang didengarkannya, kemudian mengulangi suara tersebut, tetapi bukan karena dia sudah mengerti apa yang dikatakan kepadanya

Ada dua alasan mengapa bayi belum pandai berbicara:
Pertama, alat-alat bicaranya belum sempurna., dan Kedua, untuk dapat berbicara, ia memerlukan kemampuan berpikir yang belum dimiliki oleh anak bayi. Kemampuan berbicara dapat dikembangkan melalui belajar dan berkomunikasi dengan orang lain secara timbal balik.

Ditingkat pemula ( bayi ) tidak ada perbedaan perkembangan bahasa antara anak yang tuli dengan anak yang biasa. Anak tuli juga menyatakan perasaan tak senang dengan cara menangis sedangkan rasa senangnya dinyatakan dengan berbagai macam suara raban, tetapi tingkat perkembangan bahasa yang selanjutnya tidak dialami olehnya. Ia tidak mampu mengulangi suara-suara rabannya dan suara orang lain. Jika ia nanti sudah besar, ia akan menjadi bisu.

Pada mulanya motif anak mempelajari bahasa adalah agar dapat memenuhi: keinginan untuk memperoleh informasi tentang lingkungannya, diri sendiri, dan kawan-kawannya ini terlihat pada anak usia 2 setengah – 3 tahun.
Memberi perintah dan menyatakan kemauannya.
Pergaulan sosial dengan orang lain.
Menyatakan pendapat dan ide-idenya.

Perkembangan bahasa seorang anak menurut Clara dan William Stern
  1. Kalimat satu kata: satu tahun s.d satu tahun enam bulan. Dalam masa pertama ini seorang anak mulai mengeluarkan suara-suara raban yakni permainan dengan tenggorokan, mulut dan bibir supaya selaput suara menjadi lebih lembut. Selain itu di masa ini seorang anak sudah dapat menirukan suara-suara walaupun tidak begitu sama persis dengan bunyi aslinya. Di masa ini juga mulai terbentuknya satu kata. Anak sudah mulai bisa mengucapkan kata seperti “ibu” dan lainnya.
  2. Masa memberi satu nama: satu setengah tahun s.d dua tahun. Dalam masa kedua ini terjadi masa apa itu, masa dimana mulai timbul suatu dorongan dalam diri seorang anak untuk mengetahui banyak hal. Inilah yang menyebabkan anak akan sering bertanya apa ini? apa itu? siapa ini? dan lainnya. Dan di masa ini kemampuan anak merangkai kata mulai meningkat. Dulu yang hanya bisa satu kata, bertambah menjadi dua kata, tiga kata hingga lebih sempurna.
  3. Masa kalimat tunggal: dua tahun s.d setengah tahun.. Dalam masa ketiga ini terdapat usaha anak untuk dapat berbahasa dengan lebih baik dan sempurna. Anak mulai bisa menggunakan kalimat tunggal serta menggunakan awalan dan akhiran pada kata. Namun tak jarang anak membuat kata-kata baru yang lucu didengar dengan menggunakan caranya sendiri.
  4. Masa kalimat majemuk : dua tahun enam bulan dan seterusnya.. Di tahap ini seorang anak sudah dapat mengucapkan kalimat yang lebih panjang dan sempurna,baik berupa kalimat majemuk dan berupa pertanyaan, sehingga susunan bahasanya terdengar lebih sempurna.

C. Perkembangan Moral
Perilaku moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok sosial. “Moral”berasal dari kata latin yang berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Perilaku moral dikendalikan oleh konsep-konsep moral- peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya dan yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok.

Perilaku tak bermoral berarti perilaku yang tidak sesuai dengan harapan sosial. perilaku demikian tidak disebabkan oleh ketidakacuhan akan harapan sosial, melainkan ketidaksetujuan dengan standar sosial atau kurang adanya perasaan wajib menyesuaikan diri.

Perilaku amoral berarti perilaku yang lebih disebabkan ketidakacuhan terhadap harapan kelompok sosial dari pada pelanggaran sengaja terhadap standar kelompok. Beberapa diantara perilaku anak kecil lebih bersifat amoral daripada tak bermoral.

Pada saat lahir, tidak ada anak yang memiliki hati nurani atau skala nilai. Akibatnya, tiap bayi yang baru lahir dapat dianggap amoral. Tidak seorang anakpun dapat diharapkan mengembangkan kode moral sendiri. Maka, tiap anak harus diajarkan standar kelompok tentang yang benar dan yang salah.

Dalam mempelajari sikap moral, terdapat empat pokok utama:
  1. Mempelajari apa yang diharapkan kelompok sosial dari anggotanya sebagaimana dicantumkan dalam hukum, kebiasaan, dan peraturan.
  2. Mengembangkan hati nurani.
  3. Belajar mengalami perasaan bersalah dan rasa malu bila perilaku individu tidak sesuai dengan harapan kelompok.
  4. Mempunyai kesempatan untuk interaksi sosial untuk belajar apa saja yang diharapkan anggota kelompok.

Pola Perkembangan Moral
Menurut Piaget, perkembangan moral terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama disebut tahap realisme moral ( moralitas oleh pembatasan”. Tahap kedua disebut moralitas otonomi ( moralitas oleh kerja sama atau hubungan timbal balik)

Dalam tahap yang pertama ini seorang anak menilai tindakan sebagai benar atau salah atas dasar konsekuensinya dan bukan berdasarkan motivasi dibelakangnya. Moral anak otomatis mengikuti peraturan tanpa berfikir atau menilai, dan cenderung menganggap orang dewasa yang berkuasa sebagai maha kuasa. Yang paling penting menurut Piaget bahwa anak menilai suatu perbuatan benar atau salah berdasarkan hukuman bukan pada nilai moralnya.

Di tahap kedua perkembangan kognitif anak telah terbentuk sehingga dia dapat mempertimbangkan semua cara yang mungkin untuk memecahkan masalah tertentu. Anak mulai dapat melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan dapat mempertimbangkan berbagai faktor untuk memecahkan masalah.

D. Perkembangan Agama
Sejalan dengan kecerdasannya, perkembangan jiwa beragama pada anak dapat dibagi menjadi tiga bagian:

The Fairly Tale Stage (Tingkat Dongeng)
Pada tahap ini anak yang berumur 3 – 6 tahun, konsep mengenai Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng- dongeng yang kurang masuk akal. Cerita akan Nabi akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng- dongeng.

Pada usia ini, perhatian anak lebih tertuju pada para pemuka agama dari pada isi ajarannya dan cerita akan lebih menarik jika berhubungan dengan masa anak-anak karena sesuai dengan jiwa kekanak- kanakannya. Dengan caranya sendiri anak mengungkapkan pandangan teologisnya, pernyataan dan ungkapannya tentang Tuhan lebih bernada individual, emosional dan spontan tapi penuh arti teologis.

The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan)
Pada tingkat ini pemikiran anak tentang Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai pencipta. Hubungan dengan Tuhan yang pada awalnya terbatas pada emosi berubah pada hubungan dengan menggunakan pikiran atau logika.

Pada tahap ini teradapat satu hal yang perlu digarisbawahi bahwa anak pada usia 7 tahun dipandang sebagai permulaan pertumbuhan logis, sehingga wajarlah bila anak harus diberi pelajaran dan dibiasakan melakukan shalat pada usia dini dan dipukul bila melanggarnya.

The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang tinggi, sejalan dengan perkembangan usia mereka. Konsep keagamaan yang individualistik ini terbagi menjadi tiga golongan:
  1. Konsep ketuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil fantasi.
  2. Konsep ketuhanan yang lebih murni, dinyatakan dengan pandangan yang bersifat personal (perorangan).
  3. Konsep ketuhanan yang bersifat humanistik, yaitu agama telah menjadi etos humanis dalam diri mereka dalam menghayati ajaran agama.
Imam Bawani membagi fase perkembangan agama pada masa anak menjadi empat bagian, yaitu:
Fase dalam kandungan
Untuk memahami perkembangan agama pada masa ini sangatlah sulit, apalagi yang berhubungan dengan psikis ruhani. Meski demikian perlu dicatat bahwa perkembangan agama bermula sejak Allah meniupkan ruh pada bayi, tepatnya ketika terjadinya perjanjian manusia atas tuhannya

Fase bayi
Pada fase kedua ini juga belum banyak diketahui perkembangan agama pada seorang anak. Namun isyarat pengenalan ajaran agama banyak ditemukan dalam hadis, seperti memperdengarkan adzan dan iqamah saat kelahiran anak.

Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam bagian:
a. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa kritik)
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia 12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.

b. Egosentris
Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa.

Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi. Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.

c. Anthromorphis
Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka yang bersifat subjektif dan konkret.

d. Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).

e. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting.

Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan

f. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja. Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama mempunyai peranan yang sangat penting.

E. Perkembangan Sosial
Menurut keyakinan tradisional sebagian manusia dilahirkan dengan sifat sosial dan sebagian tidak. Orang yang lebih banyak merenungi diri sendiri daripada bersama-sama dengan orang lain, atau mereka yang bersifat sosial pikirannya lebih banyak tertuju pada hal-hal diluar dirinya, secara ‘alamiah’ memang sudah bersifat demikian, atau karena faktor keturunan. Juga orang yang menentang masyarakat yaitu orang yang anti social.

F. Perkembangan Emosi
Pola Perkembangan Emosi
Kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada pada bayi yang baru lahir. Gejala pertama perilaku emosional adalah keterangsangan umum terhadap stimulasi yang kuat. Keterangsangan yang berlebih-lebihan ini tercermin dalam aktivitas yang banyak pada bayi yang baru lahir. Meskipun demikian, pada saat bayi lahir, bayi tidak memperlihatkan reaksi yang secara jelas dapat dinyatakan sebagai keadaan emosional yang spesifik.

Seringkali sebelum lewatnya periode neonate, keterangsangan umum pada bayi yang baru lahir dapat dibedakan menjadi reaksi yang sederhana yang mengesankan tentang kesenangan dan ketidaksenangan. Reaksi yang tidak menyenangkan dapat diperoleh dengan cara mengubah posisi secara tiba-tiba, sekonyong-konyong membuat suara keras, merintangi gerakan bayi, membiarkan bayi mengenakan popok yang basah, dan menempelkan sesuatu yang dingin pada kulitnya.

Rangsangan semacam itu menyebabkan timbulnya tangisan dan aktivitas besar. Sebaliknya, reaksi yang menyenangkan tampak jelas tatkala bayi menetek. Reaksi semacam itu juga dapat diperoleh dengan cara mengayun-ayunkannya, menepuk-nepuknya, memberikan kehangatan, dan membopongnya dengan mesra. Rasa senang pada bayi dapat terlihat dari relaksasi yang menyeluruh pada tubuhnya, dan dari suara yang menyenangkan berupa mendekut dan mendeguk.

Bahkan sebelum bayi berusia satu tahun, ekspresi emosional diketahui serupa dengan ekspresi pada orang dewasa. Lebih jauh lagi, bayi menunjukkan berbagai macam reaksi emosional yang semakin banyak, antara lain kegembiraan, kemarahan, ketakutan, dan kebahagiaan. Reaksi ini dapat ditimbulkan dengan cara memberikan berbagai macam rangsangan yang meliputi manusia serta objek dan situasi yang tidak efektif bagi bayi ynag lebih muda.

Bukan hanya pola emosi umum yang mengikuti alur yang dapat diramalkan, tetapi pola dari berbagai macam emosi juga dapat diramalkan. Sebagai contoh, reaksi ledakan marah (temper tantrums) mencapai puncaknya pada usia antara dua dan empat tahun, dan kemudian diganti dengan pola ekspresi yang lebih matang, seperti cemberut dan sikap Bengal.

G. Perkembangan Kognitif
Perbedaan-perbedaan individual dalam perkembangan kognitif bayi telah dipelajari melalui penggunaan skala perkembangan atau tes intelegensi bayi. Adalah penting untuk mengetahui apakah seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, normal, atau cepat. Kalau seorang bayi berkembang pada tingkat yang lambat, beberapa bentuk pengayaan cukup penting. Akan tetapi bila seorang bayi berkembang pada suatu tahapan yang lebih maju, orang tua dapat dinasehati untuk memberi mainan yang lebih “sulit” guna merangsang pertumbuhan kognitif mereka.